BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Selasa, 11 Januari 2011

Kedudukan Doa Setelah Membaca Al-qur'an


Bacaan “shadaqallahul ‘azhim” setelah membaca Al Qur’an merupakan perkara yang tidak asing bagi kita tetapi sebenarnya tidak ada tuntunannya, termasuk amalan yang tidak ada contoh dari Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam dan para sahabatnya, bahkan menyelisihi amalan Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam ketika memerintahkan Ibnu Mas’ud untuk berhenti dari membaca Al Qur’an dengan kata “hasbuk”(cukup), dan Ibnu Mas’ud tidak membaca shadaqallahul’adzim.

Dalam Shahih Al Bukhari disebutkan:
Dari Ibnu Mas’ud, ia berkata bahwa Nabi Shalallahu’alaihi wa sallam telah berkata kepadaku, “Bacakan kepadaku (Al Qur’an)!” Aku menjawab, “Aku bacakan (Al Qur’an) kepadamu? Padahal Al Qur’an sendiri diturunkan kepadamu.” Maka Beliau menjawab, “Ya”. Lalu aku membacakan surat An Nisaa’ sampai pada ayat 41. Lalu beliau berkata, “Cukup, cukup.” Lalu aku melihat beliau, ternyata kedua matanya meneteskan air mata.

Syaikh Muhammad Musa Nashr menyatakan, “Termasuk perbuatan yang tidak ada tuntunannya (baca: bid’ah) yaitu mayoritas qori’ (orang yang membaca Al Qur’an) berhenti dan memutuskan bacaannya dengan mengatakan shadaqallahul ‘azhim, padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menghentikan bacaan Ibnu Mas’ud dengan mengatakan hasbuk (cukup). Inilah yg dikenal para salaf dan tidak ada keterangan bahwa mereka memberhentikan atau mereka berhenti dengan mengucapkan shadaqallahul ‘azhim sebagaimana dianggap baik oleh orang-orang sekarang”. (Al Bahtsu wa Al Istiqra’ fi Bida’ Al Qurra’, Dr Muhammad Musa Nashr, cet 2, th 1423H)

Kemudian beliau menukil pernyataaan Syaikh Mustafa bin Al ‘Adawi dalam kitabnya Shahih ‘Amal Al Yaumi Wa Al Lailhlm 64 yang berbunyi, “Keterangan tentang ucapan Shadaqallahul’azhim ketika selesai membaca Al Qur’an: memang kata shadaqallah disampaikan Allah dalam Al Qur’an dalam firman-Nya,
قُلْ صَدَقَ اللَّهُ فَاتَّبِعُوا مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ
Katakanlah:’Benarlah (apa yang difirmankan) Allah.’ Maka ikutilah agama Ibrahim yang lurus dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang musyrik.” (Qs Ali Imran:95)
Memang benar, Allah Maha Benar dalam setiap waktu. Namun masalahnya kita tidak pernah mendapatkan satu hadits pun yang menjelaskan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengakhiri bacaannya dengan kata “Shadaqallahul’azhim.”

Di sana ada juga orang yang menganggap baik hal-hal yang lain namun kita memiliki Rasulullah shallallanhu’alaihi wa sallam sebagai contoh teladan yang baik. Demikian juga kita tidak menemukan satu atsar, meski dari satu orang sahabat walaupun kita mencukupkan pada hadits-hadits Nabi shallallanhu’alaihi wa sallam setelah kitab Allah dalam berdalil terhadap masalah apa pun. Kami telah merujuk kepada kitab Tafsir Ibnu Katsir, Adhwa’ Al Bayan, Mukhtashar Ibnu katsir dan Fathul Qadir, ternyata tak satu pun yang menyampaikan pada ayat ini, bahwa Rasulullah shallallanhu’alaihi wa sallam pernah mengakhiri bacaannya dengan shadaqallahul ‘azhim.(Lihat Hakikat Al Maru Bil Ma’ruf Wa Nahi ‘Anil munkar, Dr Hamd bin Nashir Al ‘Amar,cet 2)
Bila dikatakan “Cuma perkataan saja, apa dapat dikatakan bid’ah?” Perlu kita pahami,bahwa perbuatan bid’ah itu meliputi perkataan dan perbuatan sebagaimana sabda Rasulullah shallallanhu’alaihi wa sallam,
Barangsiapa yang melakukan suatu amalan yang bukan ajaran kami, maka amalan tersebut tertolak.” (HR Muslim)

Sehingga apa pun bentuknya, perkataan atau perbuatan yang dimaksudkan untuk ibadah yang tidak ada contohnya dalam agama, maka ia dikategorikan bid’ah. Bid’ah ialah tata cara baru dalam agama yang tidak ada contohnya, yang menyelisihi syariat dan dalam mengamalkannya dimaksudkan sebagai ibadah kepada Allah.
Wallahu a’lam.
***
sumber: muslimah.or.id

Senin, 10 Januari 2011

Doa Mendengar Petir

Akhir-akhir ini, sering hujandisertai petir yang menggelegar..sebagai seorang muslim apakah hanya cukup bergidik, memejamkan mata dan menutup daun telinga saja? tentunya tidak kan,, ada doa yang dituntunkan baginda Rasulullah SAW saat kita mendengar suara petir. Berikut redaksinya:

ALLOOHUMMA LAA TAQTULNAA BIGHODHOBIKA WA LAA TUHLIKNAA BI'ADZAABIKA WA'AAFINAA QOBLA DZAALIK
Artinya dalam Bahasa Indonesia :
“ Ya Allah, hanganlah Engkau membunuh kami dengan kemurkaanMu, dan janganlah Engkau merusakkan kami dengan siksaanMu dan selamatkanlah kami sebelum itu ”

Semoga  kita terlindung dari hal yang demikian,,dan semoga petir yang menggelegar dapat menambah keyakinan dan kekaguman kita pada pencipta alam semesta ini, Allah SWT..

Minggu, 09 Januari 2011

..Belajar dari 'Kegagalan' Anna Althafunnisa'



Ia seorang muslimah, menutup aurat dengan sempurna, cerdas, berpendidikan tinggi, mengerti banyak hukum agama, dari keturunan yang baik, tumbuh di lingkungan yang baik pula, berbaur dengan orang-orang shalih, kaya, tidak punya cacat fisik, bahkan tergolong wanita cantik. Lalu, apa lagi yang kurang?
Ya, begitulah gambaran dari Anna Althafunnisa, seorang tokoh utama dari novel karya Habiburrahman El Shirazy yang berjudul Ketika Cinta Bertasbih, yang kemudian diangkat ke layar lebar dengan judul film yang sama pula. Dan yang seperti kita ketahui bersama, seperti halnya novelnya yang laris manis, film ini pun laku keras di pasaran. Kemudian tak lama setelahnya, sosok Anna Althafunnisa begitu melekat di benak para muslimah, mampu menjadi ikon tentang muslimah yang seharusnya. Setidaknya ini saya lihat ketika diamanahi mendampingi tiga puluh delapan muslimah masa peralihan dari belia ke dewasa yang sedang menjalani hidupnya di awal-awal semester kuliah.

Melihat kapasitas dan kualitas kemuslimahan Anna Althafunnisa dalam gambaran cerita tersebut, pantas saja kalau kemudian dalam angan, ia adalah sosok muslimah ideal masa kini. Namun ada yang menarik untuk dicermati dan diurai hikmahnya bersama. Bahwa seideal-idealnya muslimah, tetaplah ia wanita bumi yang sangat mungkin berbuat khilaf dan punya kekurangan di sana-sini di balik kelebihannya yang berlimpah. Pun pembahasan ini bukan untuk mencari-cari kesalahan seseorang, tapi semoga mampu mengasah sikap kritis kita, agar tak selalu mengangguk setuju pada tokoh yang diidolakan.

Ada dua peristiwa bersejarah dalam hidup Anna yang menarik untuk dicermati, yaitu ketika prosesi khitbah dan penyebab perceraian dalam biduk rumah tangganya.
Dalam prosesi khitbahnya, kita dapati syarat Anna sebelum mengiyakan lamaran adalah, bahwa tidak adanya wanita lain kelak dalam rumah tangganya, alias ia menginginkan menjadi wanita satu-satunya dalam hati sang suami. Banyak muslimah yang 'terhipnotis' dengan pernyataan Anna, bahwa ia ingin seperti Fatimah dan Ibunda Khadijah yang tak pernah diduakan seumur hidupnya.
Tak ada yang salah dengan keinginannya ini, tapi jangan lupa, bahwa kita juga punya si cerdas Aisyah yang tetap bahagia dengan Rasullullah padahal ia bukan wanita satu-satunya dalam kehidupan beliau, kita punya panutan seperti Zainab, Hafsah, dan masih banyak lagi pribadi-pribadi luar biasa yang mampu menjalani takdirnya sebagai seorang isteri yang bukan satu-satunya.

Mungkin menjadi hal yang sangat wajar syarat itu diajukan oleh wanita biasa dan kebanyakan, tapi menjadi tidak wajar bahkan janggal bagi seorang muslimah putri Kyai yang tentunya sedari kecil telah tumbuh dengan didikan Islami seperti Anna. Di sinilah Anna telah gagal bersikap bijak sebagai seorang muslimah, karena pada kenyataannya ia yang telah banyak mengerti hukum agama yang seharusnya lebih bisa taat pada Allah dan RasulNya, bersikap seperti wanita pada umumnya. Maka wajarlah jika timbul pertanyaan logis, kalau seorang muslimah sekredibel Anna saja 'menolak' dipoligami, bagaimana dengan wanita pada umumnya?

Menarik pula apa yang diumpamakan Anna tentang sikapnya pada poligami, bahwa jika ia tidak menyukai jengkol dan tidak memakannya bukan berarti ia mengharamkan jengkol. Hal yang logis, tapi kurang tepat dijadikan perumpamaan. Karena yang sedang kita bicarakan ini berupa syari'at Islam. Dalam hal ini sama saja Anna mengatakan, bahwa ia tidak suka dipoligami, tapi bukan berarti ia mengharamkan poligami. Penegasan yang ingin disampaikan Anna di sini adalah bahwa poligami tetaplah halal, tapi ia tidak menyukainya.
Inilah yang perlu hati-hati kita telaah. Bagaimana mungkin seorang muslim/mah tidak menyukai apa yang pernah dilakukan oleh sang Nabi SAW, dimana kita sering mengaku berkiblat pada qudwahnya?
Sementara bagian dari yang disebut sunnah adalah setiap perbuatan yang pernah dilakukannya. Sikap ini yang perlu kita pertegas, bahwa sebagai ummat Nabi SAW, kita penyuka sunnahnya. Tapi, bukan berarti setiap kita bisa dan mampu melakukan apa yang pernah dilakukan oleh sang Nabi SAW. Itulah salah satu hikmah yang bisa kita gali kenapa berhukum sunnah, bukan wajib.
Kembali ke pernyataan Anna, tentu saja akan lain maknanya jika Anna berkata bahwa ia tidak memakan jengkol karena dia tak tahan dengan baunya, dan khawatir juga baunya akan tercium ke orang di sekitarnya. Atau perumpamaan lain yang semakna, misalnya saya tidak makan rujak karena sekarang saya sedang sakit perut, saya tidak minum air es karena sekarang saya sedang pilek, atau saya tidak memakai warna hitam karena hari ini panas sekali.
Sejarah hidup Anna yang kedua adalah ketika ia mengetahui bahwa Furqan, suaminya, mengidap HIV. Yang dengan alasan inilah Anna meminta cerai. Sebuah hal yang halal memang, tapi dibenci oleh Allah SWT.

Diceritakan di situ, bagaimana Anna begitu marah, langsung kehilangan kepercayaan, dan ujungnya meminta cerai.
Mari kita bahas peristiwa ini dalam perspektif kehidupan muslimah ideal yang seharusnya sesuai dengan syari'at Islam.

Ketika seseorang marah karena mendapati dirinya telah dibohongi, itu hal yang wajar. Tapi bagi seorang Anna Althafunnisa, tentunya sudah hafal di luar kepala hadits Nabi SAW tentang perintah menahan marah. Kenapa ia tidak berupaya melakukannya? Melakukan kebajikan dengan cara menahan marah. Dan sangat mustahil Anna yang lulusan Al-Azhar Mesir itu tidak mengetahui kalau Allah SWT menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. Di sinilah kita lihat ego dan nafsunya bermain dan menghalanginya untuk duduk, berbaring, wudhu, atau shalat daripada meluapkan kemarahannya.

Andai saja Anna dapat menahan amarahnya dan sedikit saja berlapang dada, mungkin perceraian itu tidak akan pernah terjadi dan cerita pun akan lain. Ia akan lebih bisa mendengar apa yang dikatakan sang suami, ia akan berupaya mengerti tentang posisi suami, bahkan mungkin dia akan bersikap sebaliknya, misalnya tetap memberi dukungan moral pada seseorang yang telah diangkat menjadi imamnya. Atau sebagai seorang 'partner' yang baik, ia akan tetap mengibarkan bendera optimis dengan mengatakan, "Coba kita cek lagi ke dokter, sangat mungkin kekeliruan terjadi pada saat pemeriksaan dulu, engkau orang baik dan suka memudahkan urusan orang lain, yakinlah Allah tak kan mendzalimimu."
Ya, andai saja Anna lebih mampu sedikit bersabar dan menunggu, maka perceraian itu tidak akan pernah terjadi. Karena dalam alur cerita selanjutnya, ternyata hasilnya negatif setelah Furqan memeriksakan diri. Namun sayang, bukan sikap seperti itu yang Anna lakukan. Padahal pada saat itu posisi Anna adalah seorang isteri. Isteri yang sangat tahu betapa mulianya kedudukan seorang Adam ketika ia telah menjadi seorang suami, sampai-sampai Nabi SAW pernah menyabdakan, jika diperbolehkan menyembah selain Allah, niscaya ia akan menyuruh setiap isteri menyembah suaminya. Lalu, isteri shalihah macam apakah yang lantang bernada tinggi penuh amarah ketika berbicara di depan suaminya?
Inilah sikap Anna yang perlu kita kritisi, bahwa selayaknya seorang muslimah tetap berupaya mengendalikan dirinya dalam keadaan apapun. Seperti halnya tetap berupaya taat pada semua perintah Allah SWT, dalam keislaman yang kaffah.

Ana Althafunnisa, seorang muslimah cerdas yang memiliki banyak hal lebih dalam dirinya, tetaplah manusia biasa. Namun, tak dapat dipungkiri, bahwa terlepas dari kekurangannya, ia tetap menjadi sosok wanita luar biasa yang patut diikuti sepak terjangnya dalam merunut hidup menjadi wanita seperti yang diinginkanNya. Banyak hal baik yang bisa kita gali dan teladani, bahkan apa yang ada padanya mampu dijadikan motivasi agar kita menjadi semakin lebih baik.
sumber: http://www.eramuslim.com/akhwat/muslimah/belajar-dari-kegagalan-anna-althafunnisa.htm

.Hujan pun mengabarkan..


Terkadang, saya berpikir ketika berada dalam kesendirian di suatu tempat,,mungkin hanya ditemani boneka dan laptop..,apa ya yang patut saya syukuri saat ini? Salah satu yang sering teringat adalah penderitaan maupun kesusahan orang-orang diluaran sana..entah itu mencari nafkah atau sekedar tempat berteduh..bahkan sesuap nasi untuk menahan lapar!

Namun, rasanya tidak untuk malam ini..ketika mencoba mengingat penderitaan atau kesusahan orang lain di luar sana..hal itu tak bisa..karena hal itu justru sedang menimpa saudara ku sendiri..lebih tepatnya 2 teman sekamar ku. Mereka adek tingkat ku.,aku yang paling tua di kamar..perasaan khawatir terhadap keaadaan mereka itu…ada.
Dan,,,malam ini..di bawah langit yang berbeda..ada kabar dari mereka..satu suasana…yaitu  HUJAN.

Adek ku yang pertama sudah berencana pulang sejak kemarin, namun karena tugas kuliah yang begitu menyita waktu, kepuangannya diundur sampai tadi sore ia baru bisa pulang dengan lega..rumahnya sragen, perjalanan dari j0gja mungkin sekitar 3 jam. Jam 7 ku sms dia..pikirku pastilah sudah sampai di rumah..tapi apa balasannya??
“Masih ngeyup e mbag, dah 1 jam lebih..” waa..masih ngeyup??mungkin baru sampai daerah solo..hujannya memang cukup lebat..mau pakai jas hujan..katanya percuma..kaca mata nya juga bakalan berembun..dan penglihatan pun…kabur. Ya Allah, membayangkan jam segitu..menjelang isya’,,sudah cukup malam, apalagi suasana hujan..mendung…duw.. :(

Adek ku yang satu, baru pulang dari rumahnya yang di Gunung Kidul..baru beberapa saat sampai kos..bergegas ia meluncur ke Magelang..panggilan kemanusiaan..alias relawan di salah satu posko disana..kali ini saya tidak sms, karna dia bilang akan pulang malam ini ke kos..tapi..selepas isya’..dia sms dengan nomor temennya..katanya ”..Q gk bisa plg ni banjir lagi, lebih parah dari yg pertama, jalan di tutup….” Yah akhirnya dia berencana menginap di rumah teman yg dekat daerah sana..itupun kalau sudah bisa melewati jalan yang tengah ditutup…Aku pernah sekali melewati jalan yg ia maksud..jembatan kali putih yang rawan banjir lahar dingin..yang sebelahnya ada desa yg hilang tersapu lahar..dan menyisakan pasir serta batu besar..yg sekarang menjadi tempat wisata!!

Malam ini, aku belajar..kami di bawah langit yg berbeda..dengan keadaan yg berbeda..dan aku bersyukur..bisa setenang ini, berteduh tanpa ada kebocoran atap..duduk manis  tegak lurus menghadap  laptop, mendengarkan radio atau mem-play music favorit ku..mengetik kembali untuk skripsiku..

Maka, ingin kukatakan pada mereka..bersabarlah disana, inilah episode kalian merasakan sedikit ketakutan..kekhawatiran..namun tenanglah, apapun yg kan terjadi nanti, asal slalu ada di ingatan kalian Allah..maka Allah pun akan melindungi kaian..

tah, belum tentu aku yang kini aman-aman saja juga selamat dari yg bernama “BENCANA ALAM”..Peluang Kita Sama..bukankah banyak cerita yang awalnya keadaan begitu tenang, lenyap seketika lantaran tsunami 2004 menerjang? Atau gempa bumi jogja 2006 silam? Tiada yang dapat pastikan akhir hidup kita seperti apa,,satu harapan pasti..apapun yang terjadi,,semoga akhir hidup kita khusnul khatimah..dengan hati yang saliim..hati yg selamat..bersih dari sgala bentuk kesyirikan dan kedurhakaan..
sm0ga dengan cerita ini, kita dapat lebih mensyukuri keadaan kita yang sekarang..dan menggunakan segala nikmatNya untuk hal-hal yang diridhoiNya..
Amiin.
Ahad, 09 januari 2011-01-09 – hujan rintik2, aku dan boneka kecil ku-